Habsyah Lubis
ABSTRACT
ABSTRACT
Ada beberapa upaya dan sarana yang dilakukan oleh para dokter ahli atau kedokteran kehakiman (forensik) untuk membantu menyelesaikan suatu perkara pidana, salah satu aspeknya adalah apa yang disebut dengan "Visum et Repertum". Dalam pembahasan ini penulis mengangkat permasalahan tentang kedudukan Visum Et Repertum dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di persidangan pengadilan dalam hal pertanggungjawaban pidana kepada terdakwa, dan tindak pidana yang bagaimana yang pembuktiannya harus dilakukan Visum Et Repertum dan bagaimana kalau pihak keluarga korban tidak mengizinkan dilakukan visum terhadap korban mati (otopsi). Berdasarkan temuan data yang diperoleh, hubungan Visum Et Repertum dalam memintakan pertanggung jawaban pidana kepada terdakwa, adakalanya hakim terikat terhadap Visum Et Repertum dan adakalanya hakim tidak terikat. Tidak terikat apabila dalam proses pembuktian dipersidangan Visum tidak didukung oleh alat bukti lain, dan akan terikat apabila dalam proses pembuktian dipersidangan hakim menerima hasil kesimpulan visum dan mengambil alih kesimpuilan tersebut dan didukung oleh paling sedikitnya satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan hakim bahwa telah terjadi tindak pidana dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya, maka berdasarkan dua alat bukti tersebut hakim menjatuhkan pidana sebagai wujud pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang benar-benar bersalah dan membebaskan orang yang tidak bersalah. Tindak pidana yang memerlukan Visum Et Repertum dalam proses pembuktiannya adalah tindak pidana yang berhubungan dengan kematian, luka, sex dan percobaan pembunuhan. Kekuatan pembuktian Visum Et Repertum sebenarnya dapat dipandang sebagai dimensi alat bukti "surat" atau alat bukti "Keterangan ahli". Visum Et Repertum merupakan bukti nyata yang berdasarkan atas pemeriksaan dokter ahli kehakiman terhadap korban yang diduga akibat dari peristiwa pidana.
DepositFiles : Download
Uploading : Download
0 comments:
Post a Comment