Friday, 18 October 2013



Habsyah Lubis

ABSTRACT

Ada beberapa upaya dan sarana yang dilakukan oleh para dokter ahli atau kedokteran kehakiman (forensik) untuk membantu menyelesaikan suatu perkara pidana, salah satu aspeknya adalah apa yang disebut dengan "Visum et Repertum". Dalam pembahasan ini penulis mengangkat permasalahan tentang kedudukan Visum Et Repertum dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di persidangan pengadilan dalam hal pertanggungjawaban pidana kepada terdakwa, dan tindak pidana yang bagaimana yang pembuktiannya harus dilakukan Visum Et Repertum dan bagaimana kalau pihak keluarga korban tidak mengizinkan dilakukan visum terhadap korban mati (otopsi). Berdasarkan temuan data yang diperoleh, hubungan Visum Et Repertum dalam memintakan pertanggung jawaban pidana kepada terdakwa, adakalanya hakim terikat terhadap Visum Et Repertum dan adakalanya hakim tidak terikat. Tidak terikat apabila dalam proses pembuktian dipersidangan Visum tidak didukung oleh alat bukti lain, dan akan terikat apabila dalam proses pembuktian dipersidangan hakim menerima hasil kesimpulan visum dan mengambil alih kesimpuilan tersebut dan didukung oleh paling sedikitnya satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan hakim bahwa telah terjadi tindak pidana dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya, maka berdasarkan dua alat bukti tersebut hakim menjatuhkan pidana sebagai wujud pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang benar-benar bersalah dan membebaskan orang yang tidak bersalah. Tindak pidana yang memerlukan Visum Et Repertum dalam proses pembuktiannya adalah tindak pidana yang berhubungan dengan kematian, luka, sex dan percobaan pembunuhan. Kekuatan pembuktian Visum Et Repertum sebenarnya dapat dipandang sebagai dimensi alat bukti "surat" atau alat bukti "Keterangan ahli". Visum Et Repertum merupakan bukti nyata yang berdasarkan atas pemeriksaan dokter ahli kehakiman terhadap korban yang diduga akibat dari peristiwa pidana.

DepositFiles : Download
Uploading : Download


Habsyah

Abstrak

Penulisan ini menggunakan metode penelitian (library research) untuk data-data sekunder dan penelitian lapangan dengan melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Medan. Berdasarkan pembahasan maka diperoleh kesimpulan bahwa malpraktek terjadi karena adanya seorang dokter yang kurang berkonsentrasi dalam menjalankan profesinya sehingga dia menjadi lalai dan dapat menyebabkan pasien menjadi cacat atau meninggal. Adapun tanggung jawab yang harus dihadapi seorang dokter pertama sekali harus dibuktikan adanya kesalahan profesional, misalnya kesalahan dalam diagnosa atau kesalahan dalam cara-cara pengobatan/perawatan. Dan ataupun hasil penelitian memberikan hasil keterangan bahwa malpraktek terjadi karena adanya kesalahan prosedur standart dan adanya kelalaian. Jka terjadi malpraktek maka tanggung jawab dokter dalam menghadapinya ialah kasus tersebut dilaporkan ke Momite Medis, yang selanjutnya dilaporkan ke Ikatan Dokter Spesialis, kemudian dilaporkan ke Organisasi 3rofesi Persatuan Dokter Spesialis. Selanjutnya dilaporkan ke Dinas Tkt I/II yang masing-masing bagian membuat rekomendasi apakah terjadi malpraktek atau tidak. Setelah itu oleh penyidik dikumpulkan rekomendasirekomendasi tersebut untuk dapat dinyatakan tersangka sesuai dengan Pasal 359 dan 360 KUHP.

DepositFiles : Download
Uploading : Download



Habsyah Lubis

ABSTRACT

Tidak dapat dipungkiri dalam menganalisa namun dalam menangani dalam suatu peristiwa kejahatan perhatian tercurah pada pelaku kejahatan saja, sedikit sekali perhatian ditujukan kepada korban kejahatan yang merupakan elemen (partisipan) dalam peristiwa pidana. Sikorban tidaklah hanya merupakan sebab dan dasar terjadinya proses terjadinya kriminalitas tetapi memainkan peranan penting dalam usaha mencari kebenaran matril. korban dapat mempunyai peranan yang fungsiona dalam terjadinya suatu indak pidana, baik dalam keadan sadar maupun tidak sadat secara langsung ataupun tidak lansung. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana peran victimologi dalam penerapan hukum pidana dan bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap korban perkosaan.

Peranan korban dalam tejadinya tindak pidana perkosaan sangat berpengaruh, hal ini dikarenaan korban mendorong maupun memotifasi seorang untuk melakukan pelecehan seksual atau pemerkosaan terhadap dirinya. Selanjutnya perlindungan hukum terhadap korban dapat dilakukan dengan menggabungkan tuntutan ganti kerugian pada peradilan pidana, kemudian dalam pengembangannya perlindungan terhadap korban kejahatan diatur dalam Undang-undang 13 Tahun 2006 Tentang perlindungan saksi dan korban, dalam undang-undang tersebut diatur hak-hak korban dan tata cara memperoleh ganti kerugian. Terjadinya pemerkosaan memiliki kaitan yang erat dalam perilaku korban, misal seorang wanita yang berpakaian seksi dan ketat dapat menimbulkan niat seorang untuk menimbulkan pelecehan seksual atau pemerkosaan terhadap diri. Disarankan agar seorang wanita dapat merespon bahwa kejahatan khususnya tindak pemerkosaan terhadap dirinya karna ada kesempatan untuk melakukan kejahatan tersebut. Untuk meredam niat pelaku dan kesempatan, maka seorang wanita tersebut, maka sebaiknya seorang wanita lebih memperhatikan gaya (fasion) digunakan, sebaiknya wanita memahami bahwa dengan berpakaian seksi, maka la menimbulkan niat seorang untuk melakukan pemerkosaan terhadap dirinya.

DepositFiles : Download
Uploading : Download


Habsyah Lubis

Intisari

Metode penelitian ini adalah metode pendekatan normative juridis, metode pendekatan normative adalah psnelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder seperti perundang - undangan yang berlaku (doktrin hokum positif). Rumah sakit memiliki fangsi utama untuk memberikan perawatan dan pengobataa yang sempuma kepada pasien rawat inap, rawat jalan maupun pasien gawat darurat. Pimping rumah sakit bertanggung jawab atas mutu pelayanan medis di rumah sakit yang dib kepada pasien. Rekam medis sangat penting dalam mengemban mutu pelayanan medis diberikan oleh rumah sakit beserta staf mediknya. Rekam medis merupakan milik rumah yang harus dipelihara karena berfaedah bagi pasien, dokter maupun bagi rumah sakit. Pelayanan Kesehatan yang dalam hal ini dasar timbulnya tanggung jawab tersebut adalah karena kesahalahan berupa kealfaan yang berat, sebagai manusia biasa, Kesehatan memlki keterbatasan - keterbatasan di dalam ilmu pengetahuan kesehatap mampu menangani pasien, hendaknya dirujuk kepada ahlinya sehingga pasien memperoleh pelayanan terbaik yang sesuai dengan standar pelayanan medis.

DepositFiles : Download
Uploading : Download


Habsyah Lubis

ABSTRACT

Pidana mati bukanlah hal barn di Indonesia, namun selalu menjadi wacana baru untuk dibahas, terutama jika dikaitkan dengan tujuan pemidanaan, disatu pihak pidana mati masih harus dipertahankan karena sangat efektif dalam mencegah terjadinya tindak pidana dan sangat dibutuhkan di suatu negara yang berkembang, namun dipihak lain pidana mati dianggap bertentangan dengan tujuan pemidanaan, dimana tujuan pemidanaan adalah untuk membimbing terpidana benar-benar insyaf akan kesalahan yang dilakukan serta diharapkan kelak agar terpidana dapat kembali kemasyarakat sebagai manusia yang berguna, namun hal ini tidak mungkin bisa tercapai apabila terpidana sudah dilaksanakan pidana matinya secara efektif. Keberadaan pidana mati menurut Undang-undang di Indonesia, yang paling mendasar bahwa pidana mati diatur di dalam pasal 10 KUH Pidana, dapat juga diketahui dalam beberapa pasal di dalam KUH Pidana yang yang ancaman pidananya adalah hukuman mati seperti : makar membunuh kepala negara yang terdapat dalam pasal 104 KUH Pidana, mengajak dan menghasud negara lain menyerang Indonesia terdapat dalam pasal 111 ayat (1), pasal 124 ayat 3 KUH Pidana yang mengatur tentang perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perlindungan atau melakukan pertolongan terhadap musuh yang berperang melawan negara Indonesia, membunuh kepala negara sahabat yang terdapat di dalam pasal 140 ayat (2), pembunuhan berencana yang diatur di dalam pasal 340 KUH Pidana. Sedangkan pidana mati yang terdapat di luar KUH Pidana adalah : Undang-undang darurat No. 12 Tahun 1951 tentang senjata api, Undang undang No. 5 tahun 1977 tentang pisikotropika, undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika. Kemudian dapat diketahui bahwa pidana mati masih sesuai di Indonesia yang dapat diketahui melalui norma dasar Indonesia atau Undang-undang dasar, yang pada poin pertama menyebutkan Ketuhanan yang Maha ESA, yang mengadung arti bahwa adanya kehidupan beragama di Indonesia, sedangkan semua agamayang diakui di Indonesia membenarkan adanya pidana mati.

DepositFiles : Download
Uploading : Download


Habsyah Lubis

ABSTRACT



Equality before the law is an important basic Law in Modern Law. Equality before the law realized from individual freedom "that all men are created equal" ,example: equal treatment access to justice, access to democracy and access to life.Indonesia State based on the rule of law ruled equality before the law on Constitution year's 1945, but in practically, still happened discrimination about equal treatment access to justice etc.


DepositFiles : Download
Uploading : Download